Rabu, 26 Mei 2010

Kenangan Pertama tentang Pak Maftuhin


Ya, untuk kali ini saya akan membicarakan tentang salah seorang guru saya di SMA Negeri 1 Selong, Lombok Timur, NTB. Emm... bagi temen-temen yang sudah kenal ama Pak Maftuhin saya mohon maaf jika tulisan ini tiada artinya di mata kalian...

Pak Maftuhin adalah salah seorang guru matematika di SMA Negeri 1 Selong. Menurut pengakuan teman-teman, beliau adalah seorang guru yang tegas dan disiplin. Itu memang sudah terasa sejak pertama kali saya sekolah di SMAN 1 Selong selepas saya pindah dari SMAN 1 Jayapura...

Tapi bukan hal itu yang membuat daya tarik saya menulis tentang beliau. Beliau adalah salah satu guru matematika terunik (atau mungkin teraneh) yang pernah saya liat. Bagaimana tidak? Jika seorang guru (apalagi guru ilmu pasti) berusaha untuk mempermudah sebuah konsep agar dapat dipahami oleh murid, maka yang beliau lakukan adalah sebaliknya. Beliau senang mengajar dengan gaya bahasa ilmiah (sekumpulan kalimat yang tak tentu maknanya He.. he..), mempersulit langkah pengerjaan suatu soal, hingga memberikan kami tugas atau ulangan yang soalnya setingkat dengan soal Olimpiade (Ck.. Ck.. aneh ya).

Kebiasaannya yang demikian ini telah menyebabkan banyak desas desus beredar diantara teman-teman, seperti: ada cerita bahwa beliau akan memberi perhatian lebih pada murid yang dapat mengerjakan salah satu soal "mautnya" tersebut. Namun terlepas dari semua kelemahan beliau sebagai seorang Guru, ada sebuah petikan pengalaman tak terlupakan yang beliau ajarkan pada kami. Yaitu sebuah ajaran yang menjadi jawaban dari sikap uniknya yang pernah beliau katakan yaitu:
"Kamu berada di kelas saya bukan hanya untuk belajar, tetapi kalian berani untuk menuliskan bahwa yang salah itu salah, dan yang benar itu benar. Karena ketika Kalian sudah mencapai derajat tertinggi sebagai seorang manusia kalian akan mengetahui bahwa sebenarnya sesuatu yang diam itu bergerak, sesuatu yang tidak ada itu ada, dan bahwa sesuatu yang pasti itu sebenarnya tidak pasti"
(Kira-kira begitulah... Maaf kalo ada penambahan dan penguarangan kata. He.. he..)

Apa maksud beliau dengan kata-kata tersebut?
setelah melalui perenungan yang mendalam, saya menarik kesimpulan bahwa:
dengan melalui jalan yang tidak mudah kita akan mengetahui betapa indah rasanya berusaha, betapa puasnya rasa membuktikan, dan betapa penasarannya kita tentang jawaban sebuah pertanyaan. Oleh karena itu, ketika rasa puas, penasaran, dan rasa indah itu tak terjawab dan tertahankan... kita akan kembali pada yang Mengetahui segala sesuatu, kembali untuk bertanya pada diri kita: "Apakah yang saya liat ini benar-benar nyata?"
(Sok Filosofis...)

Berikut ini saya sajikan soal pertama dari beliau yang pada akhirnya membuat saya menyukai cara mengajar beliau (Meskipun kadang-kadang bosan sih...).
Note: bagi teman-teman yang tidak menyukai soal ini bisa melihat langsung diakhir tulisan.





Di akhir tulisan ini, saya akan mengutip perkataan beliau sebagai penutup:


"Kalian bersekolah di SMAN 1 Selong bukan untuk mengejar lulus UN. Karena saya yakin kalian tidak akan masuk sekolah ini jika tidak bisa lulus UN. Tapi, kalian masuk sekolah ini untuk bersaing mencari prestasi dari saat ini hingga nanti saat kalian harus meninggalkan sekolah ini sehingga dapat kalian gunakan untuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi"

Rabu, 19 Mei 2010

First Note, First Short Story

This is first time I write note. I hope you enjoy my first short story that I've published in Jayapura, Papua.
Take a look... and begin reading...


Waktu

Sebagai salah seorang murid di sebuah SMA, aku tak berbeda jauh dengan teman-temanku. Yang menjadikan perbedaan hanyalah masalah rasial -- kulitku agak hitam-- dan intelegensi yang di zaman modern kini tidak terlalu diperdulikan. Sesuai dengan perkataan orang, bahwa berhasil dan tidak berhasil bukan tergantung inteleginsi ataupun ras tetapi tergantung dari kemampuan kita.

Kini aku sudah kelas tiga SMA semester pertama. Pelajaran yang paling tak kusenangi adalah pelajaran fisika. Namun, entah mengapa aku menjadi tertarik pada pelajaran ini setelah pembahasan mengenai teori Relativitas Einstein subbab mengenai waktu. Waktu yang merupakan sebuah arus seperti sungai dalam kehidupan ternyata berjalan searah dengan kehidupan. Layaknya sebuah sungai pasti memiliki kelok-kelok. Dan jika kita analogikan bahwa sebuah perahu yang melintas adalah masa sekarang, maka kita yang naik di atas perahu tersebut pasti bisa melihat hal yang telah dilewati dengan memusatkan pandangan lurus-lurus membelah kelok-kelok sungai begitu pula sebaliknya. Hal ini memberikan konsekuensi bahwa masa lalu dan masa dapat “dilihat”. Kemudian, hasil lain yang didapat adalah bahwa waktu mengalami pemekaran untuk kecepatan mendekati cahaya dan berbeda untuk masing-masing planet dan galaksi. Itu artinya jika kita bepergian ke luar angkasa dan secara kebetulan menemukan planet yang waktunya berbeda dengan Bumi, ada kemungkinan ketika kembali ke Bumi kita telah melompati beberapa tahun, dengan begitu kita dapat awet muda. Ya, inilah yang membuatku terobsesi. Sejak saat itu, aku mulai suka menonton acara televisi yang bertemakan fiksi ilmiah. Salah satu, yang kusuka adalah rekayasa mengenai mesin waktu, lompatan dimensi antargalaksi, dan lain-lain yang berhubungan dengan waktu.

Efek pikiran yang terus berulang terjadi padaku, yaitu yang biasa disebut orang dengan berkhayal. Dimulai dengan mimpi meneruskan teori saintis dengan penemuan mesin waktu. Dengan ditemukannya mesin waktu, aku pasti akan kembali ke masa lalu membuktikan berbagai sejarah maupun teori yang masih buram dan membawakan bukti konkretnya pada dunia, ke masa depan melihat nasibku esok hari dan berusaha memperbaikinya, melihat nasib teman-temanku, dan yang paling gila melihat jawaban ulangan sebelum ulangan itu berlangsung. Ya, memang agak aneh. Pasti akan sangat menyenangkan jika ada mesin waktu. Bisa berada di dua tempat yang berbeda dalam waktu yang bersamaan dan lain-lain. Tapi, apakah itu tidak akan melanggar kodrat alam?. Untuk saat ini tak terlalu kuperhatikan. Kemudian, perjalanan berkhayalku sampai pada lompatan antargalksi yang dapat membawa kita menuju planet lain dalam waktu tak kurang dari beberapa hari, mengontak makhluk planet lain-- menurut teori probabilitas itu mungkin saja ada-- dengan menunjungi planet-planet yang terlihat seperti Bumi, kemudian yang terakhir mencari planet baru untuk ditinggali dan membuat peradaban baru. Dan semakin hari, keinginan untuk mewujudkan hal tersebut nyata semakin besar. Namun, jika dipikirkan terus-menerus ada satu ikhtisar umum yang ditarik dari prospek teori waktu yang mendekati kecepatan cahaya ini. Entah sadar ataupun tak sadar aku mengambil kesimpulan bahwa semakin pintar seseorang, semakin tidak masuk akal yang dikatakannya khususnya apabila didengar oleh kaum awam. Ketidakmasukakalan ini telah terlihat dari berbagai teori yang terus menjadi pikiranku, seperti mesin waktu dan lompatan antargalaksi. Tapi, untuk saat ini, pikiran itu tak menjadi masalah. Soalnya, seperti kata Pak Guru bahwa apa saja yang diperoleh melalui perhitungan kuantitatif keraguan padanya semakin kecil.

Hari-hari pun berlanjut. Semakin merekah kelopak bunga di pagi hari, semakin merekah juga anganku. Kini, angan-angan itu telah sampai pada untuk mencegah kematian. Ya, itu bisa saja terjadi jika kita bisa mempermainkan waktu. Waktulah yang menjadi kunci semuanya: hidup, mati, tua, muda, kaya, miskin, waktulah yang menentukan. Kira-kira begitulah pikiranku. Kemudian teman-temanku menganggapku terlalu terlihat seperti menuhankan waktu. Tapi itu semua tidak kuperdulikan. Yang penting sejauh akal sehat itu mungkin saja. Benar. Akal sehatlah yang menentukan logis dan tidak logisnya sesuatu. Karena pemahaman orang tentang logis adalah berbeda, maka tak ada hak orang lain untuk menentukan apa yang kupikirkan itu logis atau tidak. Misalnya, sebagian orang percaya bahwa jika kita melamun maka akan kesurupan. Mungkin menurut orang lain itu adalah tidak logis. Tapi, bagi mereka yang telah “mengaku” mengalaminya maka hal itu logis-logis saja. Untuk itulah aku menarik kesimpulan bahwa logis dan tak logis hanyalah permainan otak yang ditimbulkan oleh pikiran yang berbeda-beda tergantung karakteristiknya. Atau dengan mudah dikatakan otaklah sumber pikiran logis, baik logis secara sistematik, maupun secara kepercayaan. Itu tak usah diperdebatkan.

Kemudian kejadian itu pun terjadi. Langit-langit malam yang membingkai bintang terlihat pucat di atas lampu-lampu yang semakin terlihat padam. Angin serasa menyisir genting-genting rumah di perumahan sederahana itu. Sesekali terdengar lagu malam yang biasa, yaitu lolongan anjing, teriakan dari perkataan yang tertahan di mulut si tukang mabuk, dan yang paling jelas adalah raungan kebebasan yang telah ditunggu oleh sekelompok remaja yang menamakan diri mereka “Geng Motor”. Di dalam rumah nomor 13, terselimut dari dinginnya malam, Aku tertidur lelap. Namun, otak dan jantung terus bekerja. Dalam keremangan ruangan yang hanya ada di kepalaku, aku samara-samar melihat betapa kumuhnya ruangan tempatku berada saat itu. Hanya ada sebuah kursi di rungan tersebut. Kemudian hanya ada satu jendela yang lebih mirip seperti teralis penjara. Sinar-sinar matahari luar tampak lebih redup seakan sesuatu pada ruangan itu memaksa ruangan tetap setengah gelap. Lantai serta temboknya terlihat tak terawat bahkan sesekali terdengar cicit tikus yang menyiratkan bahwa keadaan di ruangan itu kotor atau kumuh. Ujung-ujung ruangan ini tidak terlihat karena tertutup oleh bayang-bayang hitam yang tampak gelap. Sedangkan pintu, sejauh penglihatanku tak ada ada pintu di ruangan itu.

Kenapa dan apa yang kulakukan di sana aku tak tahu. Tapi daripada terus berdiri dan terpesona oleh ruangan itu, lebih baik aku duduk. Kemudian aku pun duduk. Derit di kursi menyambut berat tubuhku. Itu berarti kursi ini rapuh atau reyot hingga beberapa saat aku yakin pasti akan roboh. Detik-demi detik serasa berjalan lambat. Meskipun aku tak tahu apa yang kulakukan di sana, namun perasaanku menyatakan aku harus menunggu. Menunggu untuk apa?. Baru saja terlintas dibenakku pertanyaan tersebut, terdengar langkah diseret dikejauhan sehingga gemanya bergaung di seluruh ruangan. Aku merasa takut. Yeah, tapi tak tak tahu takut pada apa. Semakin dekat suara langkah kakinya terdengar, tapi wajah sang pengunjung tak kelihatan. Kemudian setelah beberapa waktu, muncullah sang pengunjung. Betapa kagetnya aku. Dia adalah manusia yang paling aneh yang kutemui. Atau apkah dia manusia?. Dengan tinggi tak kurang dari tiga meter, tinggiku hanya sampai pinggangnya. Dia mengenakan jubah butut tua yang sangat tidak serasi dengan kemeja modern yang dikenakannya. Dia menggunakan sepasang sepatu paling aneh yang pernah kulihat. Namun yang paling membuatku setengah kagum-setengah kaget adalah wajahnya--atau mungkin wajah mereka--. Ada tiga kepala yang muncul dari sebuah leher. Kepala yang pertama paling tua dan terlihat paling sengsara. Ada banyak guratan di wajahnya dan kepalanya hampir botak dengan sedikit rambut putih. Kepala kedua berwajah sama namun terlihat lebih muda dan lebih ramah. Kulit wajahnya tak hentinnya bertranformasi seolah wajah itu diciptakan hanya sebagai penghubung antara si pertama dan si Terakhir. Kemudian, yang ketiga dan yang terakhir wajahnya tertutup oleh setengah jubah dan setengah topeng sehingga wajahnya sepenuhnya tak terlihat. Hanya terlihat pandangannya yang berkilat sesaat dan matanya tak pernah terlihat lagi. Dengan nafas tertahan dan terengah aku hanya dapat terpana.

Kemudian, kuberanikan diriku bertanya, “Siapa Anda?”

Kurasakan suaraku bergetar ketika mengatakannya. Sosok raksasa itu hanya diam dan kemudian si Pertama berkata, “Kami adalah waktu”. Semakin heran perasaanku. Kemudian, si Pertama menjelaskan, “Kami adalah waktu. Aku si Pertama adalah masa lalu, kemudian si Tengah adalah masa kini dan yang terakhir adalah masa depan. Kami bertiga dalam satu tubuh untuk menjaga keseimbangan alam dan sebagai simbol tegaknya hukum alam yang telah berlangsung bermiliyar-miliyar tahun lalu. Bahkan, sebelum kau ada wahai anak kecil.” Mendengar dia menyebutku aku semakin gemetar. Namun, aku berusaha untuk bersikap normal.

Setelah keheningan yang tak mengenakkan berlangsung, akhirnya si Pertama berkata, “Kami kemari untuk meluruskan jalan pikiranmu. Untuk itu aku ingin bertanya dan harap kau menjawab dengan jujur. Begini… apa itu waktu?”

Mendengar pertanyaan itu ditujukan kepadaku, aku hanya menjawab, “Waktu adalah salah satu elemen dasar pembentuk keadaan dari ketiadaan. Dengan kata lain, waktu adalah pasangan dari ruang”. Aku tak menyadari jawaban rumit seperti ini yang keluar dari mulutku. Padahal sebenarnya aku tidak terlalu pintar.

Mendengar jawabanku, si pertama berkata, “Bisakah kau sederhanakan itu?”

Aku menjawab, “Mungkin bisa. Menurutku waktu adalah rotasi bumi yang dilakukan sehari semalam relatif terhadap bumi.” Aku semakin heran mendengar nada bicaraku yang begitu santai tak mencerminkan rasa takut sedikit pun.

“Jawaban bagus”. Jawab si pertama. Kemudian, dia melanjutkan, “Nah, sekarang jelaskan segala yang kau ketahui tentang waktu.”

Mendengar pertanyaan ini aku hanya tertegun. Aku berpikir beberapa lama kemudian menjawab, “Waktu adalah sesuatu yang sangat khas. Menurutku waktu bukan hanya ukuran terbit dan tenggelamnya matahari. Tetapi jauh daripada itu waktu --seperti kata Einstein melalui teori Relativitasnya-- itu relatif alias berbeda-beda. Dan sudah berkali-kali kuungkapkan dalam pikiranku bahwa waktu dapat diubah, dapat dikendalikan. Hanya masalah waktu. Dengan begitu manusia akan meniadakan segala marabahaya dan menghindarkan diri mereka kesusahan, kemalangan, dll. Manusia bisa mengembalikan segala sesuatu yang tak disengaja atau bahkan menghidupkan orang yang telah mati”.

“Begitukah menurutmu. Sungguh kau telah tersesat terlalu jauh. Kami sejauh yang dapat kau lihat adalah tegak dan kokoh. Para ilmuwan boleh berspekulasi dan berhipotesis bahwa kami dapat diubah atau dengan kata lain dipermainkan. Tak tahukah kau Nak, kami telah hidup bermiliyar-miliyar tahun. Kami mengikuti bahkan mendahului sahabat kami yang kalian sebut dengan ruang. Dan tak tahukah kalian bahwa selama ini perjalanan hidup dunia dalam galaksi ini terekam dalam memoriku sebagai si Pertama? Tak tahukah kau betapa mengerikannya dinosaurus jika ia kembali keduniamu dan pasti peradaban manusia akan punah jika para dinosaurus datang di masa ini dan otomatis keturunanmu yang di masa depan pun akan punah, betapa kejamnya kenyataan yang telah dicurangi oleh sejarah? Nak Pikirkanlah. Jika kau yang ada di masa kini menjadi tentara, kemudian terjadi perang dan tiba-tiba orang yang persis dengan wajahmu datang secara tiba-tiba dari belakangmu, tak adakah kemungkinan kau akan menembaknya/ membunuhnya? Membunuh dirimu sendiri? Karena mungkin kau menganggap itu usaha penyamaran. Dan jika kau kembali ke masa lalu kemudian kau berusaha untuk menyelamatkan dinosaurus dengan alat-alat modern, maka kemungkinan muncul manusia dengan kebudayaan rendah tidak akan pernah ada. Pelajaran sejarah akan kacau karena ditemukannya radar dan misil di peradaban yang bahkan manusia belum bisa membuat sesuatu dari batu. Kemudian tak akan pernah ada manusia yang perlu belajar jika mereka sudah tahu jawabannya lebih dahulu. Tidak manusia yang takut untuk gagal dalam ujian. Kalau dunia dalam keadaan seperti ini, maka tak berguna sistem keamanan, tak berguna pengawas, polisi, bahkan tentara sekalipun. Dunia akan rusak Nak. Tujuan diciptakan masa lalu adalah agar kita belajar dari kesalahan kemudian secara bertahap dan berurutan menuju ke tahap yang lebih maju. Agar kita merenungkan kesalahan dan dosa kita untuk mencapai manusia yang lebih baik. Dan untuk itu aku diciptakan”. Kata si Pertama.

Aku hanya tertegun mendengarnya.

“ Nak, perhatikanlah apa yang akan kukatakan ini”. Ujar si Tengah -- masa kini--. “Aku ada disetiap dimensi kehidupan. Aku kadang dilupakan dan dibiarkan lewat seperti angin. Kebanyakan manusia salah pada masaku. Takkah kau lihat Nak, banyak orang yang sekarang di dunia mungkin sedang mabuk, membunuh, berzina, dan lain-lain. Bukankah banyak orang yang mementingkan harta tanpa memperdulikan apakah itu akan membuat mereka bahagia? Tidakkah mereka pernah menghargai masa kini? Bukankah daripada mereka menyia-nyiakan waktu dengan hal yang seperti itu lebih baik mereka mengisi dengan hal yang positif yang akan menentukan nasib mereka di masa yang akan datang? Aku berkata seperti ini karena tujuanku sama dengan si Pertama bahwa waktu tak bisa diulang. Waktu hanya datang sekali dan tak pernah kembali atau mendahului. Dan sudah menjadi tugasku untuk membiarkan apa yang terjadi melewatiku begitu saja. Nak, sebenarnya kau telah membuang-buang waktu dengan berkhayal mengenai kami. Kami hanyalah ciptaan. Dan kami menuruti kehendak alam. Kami menuruti hukum kuno yang tidak boleh dilanggar yaitu bahwa yang mengatur maju mundurnya kami bukanlah manusia melainkan Tuhan. Untuk itu jangan terlalu meninggikan sains yang melebih-lebihkan kami. Jangan sampai kau berbelok dari pemahamanmu akan Tuhan. Karena Dialah yang berhak memutuskan dan menentukan kami. Kami hormat akan kekuasan-Nya. Kalau kami saja hormat bagaimana manusia bisa meninggikan derajat kami? Lebih baik kau mengisi waktu senggangmu dengan hal-hal yang lebih baik dari pada terus melamun memikirkan kami. Kau tak kan bisa. Karena akal manusia itu terbatas. Camkan ini baik-baik Nak”.

Aku hanya tertunduk malu mendengar apa yang dikatakan si Tengah. Aku menyesal telah “membuang-buang” waktuku.

“Nah, sekarang tinggal aku kalau begitu”. Ujar si Terakhir-- masa depan--. “Baiklah tak banyak yang dapat kukatakan, karena masa depan itu rahasia. Aku hanya akan memberitahumu bahwa manusia tak kan pernah bisa menghidupkan orang mati. Karena perkara mati tidak ditentukan oleh kesalahan masa lalu, kemudian usaha masa kini, dan balik dari masa depan untuk mencegahnya. Bukan itu. Kematian adalah hal yang pasti akan dialami oleh semua makhluk. Kalau tidak ada makhluk yang mati, maka tak perlu ada kerja keras dan usaha. Hakikat kematian adalah pembeda antara Pencipta dan makhluk. Jika makhluk tidak bisa mati, maka itu melanggar kodrat alam. Selain itu kami sebagai waktu akan bingung bahkan mati jika hal itu terjadi. Dunia ini tidak dikendalikan dengan peristiwa kebetulan tetapi dikendalikan oleh sesuatu yang pasti. Dan untukmu Nak bahwa masa depan tidak tentu. Ia masih belum terbentuk. Manusia tidak berhak untuk mendahului sesuatu yang belum terbentuk. Karena ia pasti akan berada dalam ketiadaan permanen. Dan jika dia berada di dalam ketiadaan, maka bisa dipastikan asal muasalnya di masa lalu, dan kini akan hilang sampai keturunannya yang pertama. Itu artinya manusia secara keseluruhan akan lenyap karena nenek moyang mereka juga lenyap. Tugasmu sebagai manusia adalah membentuk dan menempa masa depan sehingga bagus atau jelek akhirnya.”

Kemudian si Pertama berkata, “Pahamkah kau apa yang telah kami katakan? Bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan kami tidak boleh diutak-atik bahkan dipermainkan. Jika melakukan satu kesalahan saat berekreasi melalui kami maka bisa dipastikan kalian tidak akan pernah ada dan menuturkan kisah ini. Ingatlah itu baik-baik.”

Kemudian aku mengangguk secara patuh sambil masih tetap tertunduk malu di kursiku.

“Baiklah kami akan pergi. Karena kami sudah mengatakan segala sesuatu yang perlu kau ketahui mengenai waktu.” Ujar si Pertama.

Mendengar hal itu aku pun mendongak dan memandang sekali lagi mereka yang telah berjalan memunggungi menuju kegelapan yang jauh. “Tunggu” kataku. “Apakah ini nyata? Ataukah ini hanya terjadi dalam kepalaku?”

Si Pertama berbalik dan berkata, “Mungkin ini hanya terjadi dalam kepalamu. Tapi, tak bisakah kita menganggap ini nyata jika diperlukan”.

Mereka pun berlalu. Ya, Tuan Waktu telah pergi. Dan seiring kepergiannya, sinar matahari tampak memanaskan kulitku yang tengah terbaring tidur di kasurku di rumah nomer 13. Aku pun bangun. Dengan pemahaman yang menyala-nyala dalam kepalaku. Pemahaman yang mungkin bahkan orang belum tahu. Nasihat yang kurangkum dalam kepalaku dan tak kan pernah kulupakan: belajarlah dari masa lalu, buatlah hidupmu lebih berarti dengan hal-hal yang positif seperti belajar, berkompetisi, dan tetap terus semangat meski pun kita berbeda kemudian yang terakhir adalah tentukanlah masa depanmu yang penuh dengan tanda tanya dan usahakan tanda tanya berubah menjadi sesuatu yang bahagia dan memuaskan.

Begitulah yang terjadi. Akal tak boleh dicampuradukkan dengan kodrat. Karena akal itu terbatas. Tapi dalam keterbatasan, carilah hal yang tidakterbatas yang dapat kita lakukan untuk menghormati nasihat Tuan Waktu. Biarlah segalanya berjalan seperti aliran air pada sungai yang disebutkan oleh Tuan Eistein dalam teorinya. Namun ingat, dunia ini bukan seperti catur. Bisa diulang, ditebak, ataupun dimanipulasi. Tapi, dunia ini mengikuti hakikat catur, yaitu maju dan jalan terus hingga yang terakhir menang. Dan dalam setiap langkah itu bukankah Tuan Waktu terus mengikuti dengan antusias? Pikirkanlah. Karena waktu dan kehidupan hanya satu kali. Tidak dapat diulangi.


What your opinion about my short story?